Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahaesa, Allah
SWT, atas limpahan karuniaNya kepada kita. Sholawat dan salam tetap tercurah
kepada utusan Tuhan, Rasulullah SAW, uswah khasanah dan penyempurna akhlak
manusia.
Penulis akan menyampaikan suatu kisah tentang Mahatma Gandhi
dan anak pemakan gula, yang barangkali kisah ini telah banyak dibagikan di
samudera google. Namun penulis merasa layak akan kisah ini jika disampaikan
juga di halaman sederhana kami ini.
=======================================================================
Kisah seorang Mahatma Gandhi muda, ketika ia tinggal dan belajar di
Universitas College London. Ia tinggal bersama orang tua angkat. Suatu
hari, ibu angkatnya mendatangi Gandhi dan berkata,
“Gandhi, putra saya ini tidak mau mendengar saya. Namun entah mengapa dia selalu mau mendengar nasehat Anda. Saat ini Putra saya terlalu banyak makan gula. Saya sangat khawatir, giginya akan rusak dan gula sangat berbahaya bagi kesehatannya. Jadi, bisakah Anda menasehatinya agar tidak makan gula lagi”.
Gandhi pun
menyanggupi untuk menasehati putranya.
Hari-haripun berlalu sejak percakapan itu. Setelah tiga minggu tidak ada perubahan, anaknya tetap makan gula sebanyak sebelumnya. Melihat tidak ada perubahan anaknya. Dalam suatu kesempatan, ibu angkatnya itu menemui kembali Gandhi.
Gandhi pun mengusap kepala anak itu dengan lembut sambil berkata, “Nak, jangan makan gula lagi ya..”.
Dan dengan ijin Tuhan, anak itu pun seketika berhenti memakan gula. Ibunya pun
takjub lalu bertanya, “Nasihat apa yang engkau katakan sehingga anakku dapat
berhenti makan gula?”
Gandhi menjawab, “Nyonya, waktu sebelum tiga minggu yang lalu saya sendiri juga masih makan gula. Namun sejak engkau memintaku menasihati anakmu, maka sejak itu pula aku sendiri berhenti makan gula sampai sekarang, sehingga aku menasihati anakmu.”
=======================================================================
Kisah tersebut menggambarkan bahwa metode mengajar dengan nasihat dan teladan merupakan suatu metode yang tidak dapat lepas dari kegiatan pembelajaran, baik di dalam kelas, maupun diluar itu. Nasihat dan teladan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, ibarat dua sisi mata uang koin. Jika guru hanya memberikan nasihat saja tanpa memberikan teladan, maka nasihat tersebut barangkali hanya menjadi kata-kata yang biasa singgah di telinga siswa dan kemudian pergi entah kemana. Nasihat dan teladan berguna agar terjadi perubahan kea rah yang lebih baik pada diri siswa, mengingat setiap hari guru berinteraksi dengan siswa. Oleh karena itulah guru disebut guru, yang artinya digugu dan ditiru.
Nasihat merupakan bahasa verbal, sedangkan teladan merupakan bahasa non verbal. Siswa menerima kedua input Bahasa tersebut sebagai informasi yang masuk pada diri mereka. Perlu diketahui, menurut ilmu kejiwaan, anak-anak memiliki kesadaran diri yang rendah, sehingga mereka ‘mendownload’ sebanyak mungkin informasi yang mereka ambil dari orang-orang terdekat mereka. Informasi ini salah satunya adalah teladan yang ditunjukkan oleh guru, yang ini merupakan bahasa non verbal. Kalau kita saja terkadang mengalami kesulitan memahami bahasa verbal, lalu kemudian membaca bahasa non verbal dari orang lain, apalagi anak-anak yang sedang gencar-gencarnya mendownload informasi.
Oleh sebab itu, metode yang tepat untuk diterapkan dalam kegiatan pembelajaran di kelas, bahkan di masyarakat dan juga di dalam keluarga kita adalah nasihat dan teladan. Barangkali anak kita terkadang masih sulit menerima nasihat yang kita sampaikan, karena bisa jadi nasihat yang didengar oleh anak kita ‘tidak support’ dengan apa yang anak lihat dari kita. Itu merupakan satu kebolehjadian disamping variabel-variabel lain yang berdinamika dalam kehidupan. So, nasihat-teladan-nasihat-teladan dst dst, akan lebih membekas dalam diri anak sehingga kemudian membuahkan perubahan yang lebih baik bagi semua. Alhamdulillah.
(agz)
0 coment�rios :
Posting Komentar